Ada banyak cara menentukan usia dewasa seseorang.
Namun buat saya, menentukan usia dewasa tampaknya cukup sederhana, yaitu ketika seseorang sudah bisa mengurus urusannya sendiri, tanpa harus diantar orang tuanya.
Konon katanya, dulu ayah saya mengurus sekolahnya sendiri sejak SMP. Mendaftar sendiri, pulang-pergi juga sendiri. Bahkan, beliau berkebun dan menggembala kambing sendiri sejak usia SD kelas sekian.
Beberapa dekade setelahnya, saya juga mengurus sekolah sendiri, tapi sejak masa SMA. Mendaftar sendiri, pulang-pergi tanpa diantar. Itulah usia dewasa kami, mungkin bisa dikatakan rata-rata orang Indonesia saat itu.
Namun, entah sejak kapan mulai terjadi, belakangan ini saya tampaknya semakin sering melihat anak-anak kuliah yang bukan hanya diantar oleh orang tuanya mendaftar, tapi sampai didampingi pada saat ospek, atau apapun namanya itu.
Anak-anaknya jongkok dengan segala atributnya, para orang tua juga jongkok dengan segudang logistik hanya sepelemparan batu jaraknya. Para orang tua tampaknya harus selalu sigap menyuplai nutrisi bagi anak-anak yang sedang berjuang di medan ospek, kapanpun si petarung mulai merengek.
Seorang kawan yang baru-baru ini datang ke rumah saya juga bercerita bahwa dia melihat banyak sekali anak yang diantar orang tuanya saat proses seleksi beasiswa pascasarjana. Semoga saja hanya calon mahasiswa S-2 bukan S-3.
Tampaknya usia dewasa manusia, atau setidaknya orang-orang di negara kepulauan ini semakin hari semakin meningkat, menjadi lebih tua maksudnya.
Tiba-tiba saja saya membayangkan, suatu saat kelak ada orang yang pergi mengurus dana pensiun, dengan diantar ibunya, atau naik haji diantar bapaknya.
Mungkin orang-orang ini dulu waktu melamar kerja juga diantar orang tuanya.
Comments
Post a Comment