You will get what you desire. Ya, kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Klasik.
Klasik karena ini ungkapan lama yang sudah melampaui zaman dan masih tetap relevan hingga saat ini. Klasik karena ungkapan sudah sangat teruji dan secara umum dapat diterima oleh kebanyakan kalangan. Saking klasiknya ungkapan ini sehingga ada orang bijak dari seberang sana berkata “berhati-hatilah dengan keinginanmu, karena bisa jadi kamu akan mendapatkannya”.
Kalau kita menginginkan jadi orang kaya, maka kita akan mendapatkan kekayaan itu. Kalau kita ingin jadi orang terkenal, maka kita akan jadi orang terkenal.
Namun, bagaimana mewujudkan keinginan itu? Inilah fungsinya tekad. Tekad merupakan indikator awal dan utama seberapa besar kita mampu mewujudkan keinginan itu.
Semakin kuat tekad seseorang, maka semakin dekat dia dengan keinginannya itu. Seorang yang ingin kaya, jika dia sepanjang hari bekerja keras dan berusaha dengan benar, maka semakin dekat dia dengan kekayaan yang dia idam-idamkan itu.
Idealnya, tekad itu harus setinggi cita-cita dan keinginan. Sayangnya, justru ini yang sering kita lewatkan, bercita-cita setinggi langit, namun tekad hanya tergantung di pohon tomat. Maka hanya setinggi pohon tomatlah yang akan kita dapatkan itu.
Lalu bagaimana dengan nilai? Ingat, mewujudkan keinginan melalui tekad itu memiliki arah, namanya nilai. Nilai merupakan bentuk persepsi berdasarkan standar norma yang diterima secara luas. Secara umum kita dapat membagi nilai menjadi dua, positif dan negatif.
Sebagai contoh, seseorang yang ingin terkenal dan mempunyai tekad luar biasa maka dia akan menjadi orang yang terkenal. Namun, jika dia tekadnya itu diartikulasikan dengan cara berlari telanjang bulat melintasi lapangan saat pertandingan antara Real Madrid vs Barcelona berlangsung, maka dia akan terkenal, namun dengan nilai negatif. Oleh karena itu, penting untuk mewujudkan keinginan melalui tekad yang bernilai positif.
Bentuk. Ini yang sedikit berbeda dan merupakan point yang sebenarnya ingin disampaikan dalam tulisan ini. Ada tekad dan nilai dalam mewujudkan keinginan, namun ada baiknya kalau kita sedikit berhati-hati dalam menentukan bentuk keinginan tersebut. Karena, kata si bijak tadi, bisa jadi dia akan mewujud.
Kaya, banyak uang dan terkenal, bisa jadi, dan bisa jadi bukan bentuk yang sebenarnya dari keinginan kita itu. Kebahagiaan, atau kehormatan, mungkin saja, dan sungguh mungkin saja, adalah esensi dari hasrat untuk menjadi kaya dan terkenal itu.
Tekad dan nilai merupakan modal besar dalam mewujudkan keinginan kita, tapi bentuk adalah titik yang harus kita definisikan sejak awal. Menentukan bentuk bisa jadi akan membantu kita terhindar dari perasaan hampa dan sia-sia ketika tekad dan nilai telah mewujudkan keinginan. Bentuklah yang membedakan antara oase dengan fatamorgana.
Dengan menjiwai bentuk yang menjadi esensi keinginan, maka berbagai variabel turunan akan ikut menghampiri, menempel seperti perangko.
Seorang musafir yang menemukan oase, akan tetap menemukan fatamorgana. Seorang musafir yang menemukan oase, akan jauh lebih menikmati fatamorgana. Bukan sebaliknya.
Tapi oase dan fatamorgana, seperti halnya bentuk-bentuk yang lain, tetaplah sebuah persepsi.
Klasik karena ini ungkapan lama yang sudah melampaui zaman dan masih tetap relevan hingga saat ini. Klasik karena ungkapan sudah sangat teruji dan secara umum dapat diterima oleh kebanyakan kalangan. Saking klasiknya ungkapan ini sehingga ada orang bijak dari seberang sana berkata “berhati-hatilah dengan keinginanmu, karena bisa jadi kamu akan mendapatkannya”.
Kalau kita menginginkan jadi orang kaya, maka kita akan mendapatkan kekayaan itu. Kalau kita ingin jadi orang terkenal, maka kita akan jadi orang terkenal.
Namun, bagaimana mewujudkan keinginan itu? Inilah fungsinya tekad. Tekad merupakan indikator awal dan utama seberapa besar kita mampu mewujudkan keinginan itu.
Semakin kuat tekad seseorang, maka semakin dekat dia dengan keinginannya itu. Seorang yang ingin kaya, jika dia sepanjang hari bekerja keras dan berusaha dengan benar, maka semakin dekat dia dengan kekayaan yang dia idam-idamkan itu.
Idealnya, tekad itu harus setinggi cita-cita dan keinginan. Sayangnya, justru ini yang sering kita lewatkan, bercita-cita setinggi langit, namun tekad hanya tergantung di pohon tomat. Maka hanya setinggi pohon tomatlah yang akan kita dapatkan itu.
Lalu bagaimana dengan nilai? Ingat, mewujudkan keinginan melalui tekad itu memiliki arah, namanya nilai. Nilai merupakan bentuk persepsi berdasarkan standar norma yang diterima secara luas. Secara umum kita dapat membagi nilai menjadi dua, positif dan negatif.
Sebagai contoh, seseorang yang ingin terkenal dan mempunyai tekad luar biasa maka dia akan menjadi orang yang terkenal. Namun, jika dia tekadnya itu diartikulasikan dengan cara berlari telanjang bulat melintasi lapangan saat pertandingan antara Real Madrid vs Barcelona berlangsung, maka dia akan terkenal, namun dengan nilai negatif. Oleh karena itu, penting untuk mewujudkan keinginan melalui tekad yang bernilai positif.
Bentuk. Ini yang sedikit berbeda dan merupakan point yang sebenarnya ingin disampaikan dalam tulisan ini. Ada tekad dan nilai dalam mewujudkan keinginan, namun ada baiknya kalau kita sedikit berhati-hati dalam menentukan bentuk keinginan tersebut. Karena, kata si bijak tadi, bisa jadi dia akan mewujud.
Kaya, banyak uang dan terkenal, bisa jadi, dan bisa jadi bukan bentuk yang sebenarnya dari keinginan kita itu. Kebahagiaan, atau kehormatan, mungkin saja, dan sungguh mungkin saja, adalah esensi dari hasrat untuk menjadi kaya dan terkenal itu.
Tekad dan nilai merupakan modal besar dalam mewujudkan keinginan kita, tapi bentuk adalah titik yang harus kita definisikan sejak awal. Menentukan bentuk bisa jadi akan membantu kita terhindar dari perasaan hampa dan sia-sia ketika tekad dan nilai telah mewujudkan keinginan. Bentuklah yang membedakan antara oase dengan fatamorgana.
Dengan menjiwai bentuk yang menjadi esensi keinginan, maka berbagai variabel turunan akan ikut menghampiri, menempel seperti perangko.
Seorang musafir yang menemukan oase, akan tetap menemukan fatamorgana. Seorang musafir yang menemukan oase, akan jauh lebih menikmati fatamorgana. Bukan sebaliknya.
Tapi oase dan fatamorgana, seperti halnya bentuk-bentuk yang lain, tetaplah sebuah persepsi.
Comments
Post a Comment