Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2007

Mendung Malam

Hitam pekat angkasa berwarna Sambil sesekali suara guntur bergemuruh, sesekali kilat memekik, dan sayup dari kejauhan suara orang bercengkerama.. lalu hilang. Aku tahu aku sedang diamati. Empat pasang mata angsa terus menatapku bingung. Barangkali mereka heran apa yang sedang aku lakukan di sini. Duduk sendirian di bawah temaram lampu jalan, di tengah malam yang dingin, yang sebentar lagi hujan. Diapit dua pohon mangga. Kasihan para pohon mangga ini, buahnya sudah habis dipetik. Baik itu oleh si empunya, juga orang-orang yang lalu lalang. Tetapi mereka tidak pernah merasa puas dan bangga, mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan yang terbaik. Buah mangga yang manis dan ranum, buah-buah terbaik yang mereka miliki.Bayi-bayi mereka rawat dari kecil, melindungi dari terik mentari, menghangatkan dikala malam, dan memberi makan ketika lapar Yang terjadi adalah buahnya dipetik sebelum matang. Terlebih jika yang memetiknya bukan si empunya, mereka yang hanya kebetulan lewat

Di Tepi Pantai Kolaka

Di tepi pantai Kolaka, aku duduk dan termenung. Pandangan aku arahkan jauh ke depan, melampaui birunya laut, menanti matahari terbenam. Tatapanku tersapu ombak, tertiup angin, merengsek ke dermaga lalu hilang bersama kapal-kapal yang berlayar. Aku berharap pandangan ini meleburkan semua masalah dan mengokohkan niatku dalam hidup. Sudah cukup lama aku berada di sini, kota kecil yang selalu menyimpan kerinduan. Sebulan lebih aku habiskan, sejak kedatanganku yang kesekian kalinya. Ini kali terlama sejak aku meninggalkannya sebelas tahun yang lalu. Tak pernah aku banyangkan akan selama ini sebelumnya. Tuhan memang terkadang aneh, dia punya rencana-rencana yang tidak mampu dijangkau akal manusia. Dia bekerja saja, tetapi tidak pernah aku mendengar Dia berkata apa-apa. Dia melaksanakan semuannya dalam diam. diam... Di tepi pantai Kolaka aku duduk dan termenung... Dari kejauhan tampak tiga buah kapal ferry berlabuh menanti giliran pemberangkatan. Dua puluh lima meter di depanku ada tiga buah

Dalam Tatapan Sebuah Dermaga

Dalam tatapan sebuah dermaga, aku kecewa. Angka-angka itu tidak membuatku menjadi lebih gembira. Setidaknya kekhawatiran itu masih ada. Kuhela nafasku dalam-dalam, seiring dengan pandangan yang jauh ke depan, semuanya tampak sama, biru.. Aku tahu, aku salah, bukan siapa-siapa. Akan tetapi di saat yang sama aku juga yakin bahwa Tuhan itu maha pengampun dan pelindung. Aku masih berharap Tuhan seperti itu. Setidaknya sampai sekarang. Sesekali segelas jus alpukat mencoba untuk membuat aku sejenak melupakan apa yang ada di kepala, tapi ia mulai putus asa. Sampai akhirnya sadar bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Sepasang roti bakar mengamati semuanya, mencoba untuk melakukan hal yang sama, dan hasilnya sama saja. Jangan pernah berharap mendapatkan hasil yang berbeda jika kita masih melakukan hal yang sama. Tapi masih ada harap di sana. Aku bertanya kepada malaikat, apakah aku masih pantas untuk memohon kepada Tuhan?Aku yang angkuh dan sombong ini. Aku berteriak dan menangis memintanya. T