Perjalananku kali ini tampak sedikit berbeda, mungkin karena keinginan untuk menuangkan isi kepala dalam bentuk tulisan. Sejak di ruang tunggu, aku sudah mulai membuka laptop dan menggerak-gerakkan jemari. Tulisan pertama hampir selesai ketika panggilan untuk naik pesawat diumumkan.
Saat tanda sabuk pengaman dimatikan, yang mengindikasikan pesawat sudah dalam posisi terbang stabil, aku meraih laptop lagi, menyelesaikan tulisan pertama dan langsung lanjut ke tulisan yang kedua. Maklum, gagasannya sudah di ujung jidat.
Tidak lama kemudian, jreng..tulisan kedua selesai, sesaat sebelum suara merdu seorang pramugari mengumumkan bahwa pesawat beberapa saat lagi akan mendarat dan semua peralatan elektronik harus dimatikan.
Kemudian, saat seluruh jiwa dan raga bersiap-siap untuk mendarat, terdengarlah sebuah deringan telpon entah dari mana. Inilah bagian yang aku paling tidak suka, seorang bodoh yang tidak mematikan HP di pesawat.
Bukan karena aku sok menaati aturan, tapi kalau ada apa-apa dengan pesawat ini karena kecerobohan seseorang, maka bukan dia seorang saja yang kena akibatnya. Orang-orang saleh dan tidak berdosa seperti aku ini juga pasti akan celaka.
Mataku kemudian melirik kiri kanan, dengan geram mencari sumber suara dan berniat menegur si penumpang ceroboh dan tidak tahu diri itu. Si bodoh yang karena kelakuannya bisa mengancam nyawa orang beriman dan baik hati sepertiku.
Dalam sepersekian detik, pandanganku akhirnya tertuju ke sebuah saku tempat HP berbunyi dan bergetar. Iya, saku bajuku sebelah kiri.
Comments
Post a Comment