Skip to main content

Sok Tahu Beasiswa LPDP


Iya, benar, tulisan ini memang berjudul Sok Tahu Beasiswa LPDP. Tidak ada yang salah dengan mata Anda. Saya pun secara sadar 100% menuliskannya. Tulisan ini menanggapi diskusi yang ramai beredar di grup WA mengenai daftar kampus luar negeri yang menjadi tujuan penerima beasiswa LPDP 2018. Permasalahannya adalah kampus luar negeri yang menjadi tujuan penerima beasiswa LPDP tahun 2018 ini (dan mungkin setelahnya) banyak berubah dari yang sebelumnya, lebih tepatnya banyak berkurang. Untuk beasiswa reguler, pilihan berkurang lebih dari setengahnya, itupun dengan jurusan atau program studi yang juga sudah ditentukan. Namun, untuk beasiswa afirmasi, pilihan masih sangat beragam bebas memilih jurusan apa saja pada daftar kampus yang telah ditentukan tersebut.

Ada banyak pertanyaan dan keluhan tentang ini. Misalnya "kok kampus A nggak ada jurusan X, padahal jurusan ini bagus dan hanya orang-orang pintar yang bisa masuk, syaratnya saja IELTS harus 9." Komentar lain muncul "apa harus afirmasi dulu untuk bisa masuk ke kampus B?". Tidak sedikit pula yang bertanya-tanya "dasarnya ada apa ya LPDP menentukan daftar kampus LN ini? padahal di sini banyak lho kampus yang bagus-bagus."
Baik, saya coba berikan sedikit pandangan Sok Tahu saya tentang beasiswa LPDP ini, seperti judul tulisan ini.

Pertama, LPDP memang merupakan lembaga di Kementerian Keuangan, namun fungsinya salah satunya adalah menyiapkan SDM pemimpin dan profesional masa depan Indonesia. Oleh karena itu, peruntukan pembiayaan LPDP juga harus sesuai dengan arah pembangunan nasional Indonesia ke depan. Dengan demikian, LPDP harus mampu merespon kebutuhan dan arah pembangunan tersebut, termasuk berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan oleh lembaga pemerintah lainnya, seperti misalnya Bappenas dsb. Pemahaman Sok Tahu saya mengatakan bahwa penyesuaian kampus dan jurusan penerima beasiswa LPDP LN 2018 ini adalah dalam rangka merespon kebutuhan dan arah pembangunan nasional tersebut, agar lebih terstruktur, sistematis, dan masif.

Kedua, masih dalam rangka menyiapkan SDM nasional, tugas LPDP bukan hanya untuk mendukung anak-anak bangsa untuk menjadi pintar dengan IQ melebihi Einstein, tapi juga dalam bentuk pemerataan akses yang berkeadilan. Dengan demikian, sekali lagi menurut pandangan saya yang Sok Tahu ini, adalah menjadi wajar kalau penerima beasiswa afirmasi diperluas cakupannya dan diberikan kesempatan lebih dalam memilih kampus dan jurusannya. Saya pikir, tidak perlu jadi orang Sok Tahu untuk bisa mengetahui bahwa pemerataan pembangunan dan akses pendidikan masih jadi PR besar buat bangsa ini.

"Lalu bagaimana dengan cita-cita saya kuliah di kampus C karena di sana ada professor yang punya kualitas dewa, namun tidak ada dalam daftar LPDP?"

Ini terkait dengan penjelasan saya yang ketiga. Pemahaman Sok Tahu saya mengatakan bahwa LPDP bukanlah lembaga orang per orang yang bertugas untuk memuaskan hasrat intelektual manusia Indonesia yang saat ini mungkin jumlahnya sekitar 260 juta macam, tidak pula bertugas untuk memetakan seluruh professor di dunia ini dengan jurus andalan yang dimilikinya masing-masing, tapi lebih kepada fungsi seperti point penjelasan saya yang pertama dan kedua di atas. Untuk mencapai itu, LPDP pasti tidak bisa memuaskan semua orang, apalagi lembaga ini memang tidak memproduksi senjata pemuas massal. Oleh karena itu, diperlukan sikap rendah hati dan mau mengalah demi tujuan mulia bangsa ini secara bersama-sama. Untuk kasus yang seperti ini, saya sendiri menyarankan 2 hal. Pertama mengajukan permohonan untuk mendapatkan diskresi dari LPDP, siapa tau cukup beruntung. Mungkin saya sedikit Sok Tahu bahwa lembaga ini cukup manusiawi untuk hal-hal baik dan demi kebaikan bersama. Jika langkah ini tidak berhasil, maka saran saya yang kedua adalah mencari beasiswa lain selain LPDP. Perlu kita ingat bersama bahwa, walaupun lembaga ini adalah inisatif yang sangat baik, tapi LPDP bukanlah satu-satunya cara bagi kita untuk mencapai cita-cita dan mengabdi kepada tanah air. Ada banyak jalan, ada banyak pilihan. Kalau memang kita sudah mewakafkan diri untuk negara, untuk masyarakat, dan untuk manusia Indonesia, tentu api semangat itu tidak akan pernah padam.

Bukankah mendaki gunung itu jalannya memang lebih sering menanjak?

Salam dari orang desa yang Sok Tahu

Comments

Popular posts from this blog

Di Tepi Pantai Kolaka

Di tepi pantai Kolaka, aku duduk dan termenung. Pandangan aku arahkan jauh ke depan, melampaui birunya laut, menanti matahari terbenam. Tatapanku tersapu ombak, tertiup angin, merengsek ke dermaga lalu hilang bersama kapal-kapal yang berlayar. Aku berharap pandangan ini meleburkan semua masalah dan mengokohkan niatku dalam hidup. Sudah cukup lama aku berada di sini, kota kecil yang selalu menyimpan kerinduan. Sebulan lebih aku habiskan, sejak kedatanganku yang kesekian kalinya. Ini kali terlama sejak aku meninggalkannya sebelas tahun yang lalu. Tak pernah aku banyangkan akan selama ini sebelumnya. Tuhan memang terkadang aneh, dia punya rencana-rencana yang tidak mampu dijangkau akal manusia. Dia bekerja saja, tetapi tidak pernah aku mendengar Dia berkata apa-apa. Dia melaksanakan semuannya dalam diam. diam... Di tepi pantai Kolaka aku duduk dan termenung... Dari kejauhan tampak tiga buah kapal ferry berlabuh menanti giliran pemberangkatan. Dua puluh lima meter di depanku ada tiga buah

Musim Mudik Telah Usai, Kembali Kampungan

Musim mudik telah usai. Pada masa-masa mudik itulah, kami orang desa, kaum udik, diperkenalkan langsung kepada gadget, mobil-mobil mewah, dialek-dialek aneh, yang biasanya hanya kami lihat di televisi. Agak aneh juga melihat suasana lebaran di kampung yang udik ini. Orang-orang saling bersalaman, berjabat tangan dengan tangan kanan, dan tangan kiri memegang handphone. Anak-anak desa, para pemuda kampung kini tidak bisa lagi bercengkrama sepuasnya. Mereka harus sesekali melirik saudara, keluarga, dan kerabat lainnya yang asik menatap gawainya masing-masing. Seolah-olah para pemudik itu sedang menunjukkan simbol kemajuan dan kemapanan, kekinian kata orang-orang ibu kota. Saat-saat seperti itulah orang-orang desa benar-benar merasa kampungan, ketinggalan jaman. Sterotyping yang turut disebarkan melalui sinetron-sinetron. Sekarang, musim itu telah usai. Para pemudik telah kembali ke kota, tempat segala kemajuan, kemapanan dan kekinian itu. Mudah-mudahan mudik kali ini bisa membawa

Bulan Bersinar dari Timur

Sebut saja Bulan, pastinya bukan nama sebenarnya. Namun, dia memiliki kemiripan dengan bulan, bersinar di malam hari. Ketika matahari mulai terbenam, seperti halnya bulan, Bulan pun terbit dengan manisnya. Namun, ketika matahari sudah terbit di pagi hari, dan bulan sudah terbenam, Bulan masih saja bersinar dengan keceriaannya yang sangat menggemaskan. Seperti kanak-kanak, Bulan selalu tersenyum dan tertawa. Indah sekali. Asalnya dari Jawa Barat. Di bawah sinar lampu yang temaram, dia menyebutkan sebuah daerah yang tidak terlalu asing di telingaku. Sebelum akhirnya sampai di tanah ini, dulunya ia bekerja di Lampung. “Capek bang” kata dia, memberi alasan mengapa dia berhenti di sana dan memilih kehidupan baru di Papua. “Di sana kami harus bekerja sampai jam 4 pagi setiap hari. Di sini lebih enak, cukup sampai jam 1 pagi. Aku jadi punya waktu istirahat yang cukup”. Aku meminta dia berkisah lebih banyak. “Aku hamil waktu masih SMA, dan pacarku tidak mau bertanggung jawab.