
Kejadian pengemboman beruntun di Surabaya kemarin akhirnya menjadi pemicu saya menuliskan tentang ini, topik yang sebenarnya sudah lama sama ingin saya curahkan.
Pada dasarnya, kebencian adalah sifat manusia yang seumur peradaban. Tempatnya pun sangat dekat, berada di hati yang paling dalam, di relung yang sama dengan cinta. Mungkin hanya bersebelahan bilik saja.
Namun kebencian baru menjadi industri terutama tahun-tahun belakangan ini, mungkin karena teknologi yang membuat biaya produksinya ini sangat murah. Bagi yang tidak punya smartphone, bisa sekedar meminjam punya kawan. Kita tinggal pencet tombol, lalu konten-konten hasutan dan kebencian langsung beredar ke mana-mana. Kurang dari 1 menit, trada...kita sudah bisa jadi bagian dari rantai industri kebencian.
Industri kebencian juga sangat berkembang karena produsennya bisa siapa saja dan segmen pasarnya sangat luas. Hampir semua manusia di bumi ini berpotensi membenci, menjadikan industri ini memiliki produsen potensial sekaligus pangsa pasar yang tidak terbatas.
Lalu, apa untungnya bermain dalam industri kebencian ini?
Bagi mereka yang pandai mengkapitalisasi, kebencian bisa menjadi industri yang sangat menguntungkan. Industri kebencian bisa menjadi cara yang murah-meriah dalam menjual senjata, mempermainkan harga minyak dunia, atau bahkan sekedar menjadi kepala desa. Bagi mereka yang krisis identitas, industri ini bisa menyediakan panggung untuk eksis sesuai dengan tema yang kita pilih: humanis, heroik, politis, atau bahkan religi. Akan banyak sukarelawan yang iklas bekerja untuk itu, juga tidak perlu mikir (bahkan tidak boleh mikir). Roda industri kebencian terus berputar dan menyebar, dan para kapitalis akan meraup ambisi besarnya.
Kembali ke kasus Surabaya, dengan segala keprihatinan yang paling mendalam terhadap para korban, satu hal yang cukup menggembirakan adalah hampir semua kelompok, individu, tokoh, dan bahkan para pemalu, menyuarakan hal yang sama, berlomba-lomba mengutuk kejadian tersebut. Semua pihak sepakat untuk tidak memberikan ruang kekerasan atas nama apapun, apalagi agama, di republik ini.
Tapi ingat, kutukan-kutukan itu tidak akan banyak artinya kalau kita terus memproduksi kebencian.
Masifnya industri kebencian pada kenyataanya telah berkontribusi terhadap sikap subyektifitas terhadap permasalahan-permasalahan sosial, dan disadari maupun tidak, telah memberi ruang yang lebih besar terhadap benih-benih kekerasan untuk tumbuh dan bersemai.
Menyebarkan benih kebencian di ruang-ruang publik, termasuk media sosial dan grup WA, akan mengalir seperti bola liar. Sekali kebencian bertemu dengan kepicikan, sifat yang sama dengan para penyebarnya, maka efeknya dapat seperti menyiram bensin ke api. Menyala-nyala tidak terkendali.
Satu hal lagi. Mungkin kita tidak terlibat langsung dengan pengeboman di Surabaya itu. Tapi ketika kita telah menjadi bagian dari industri kebencian, maka sedikit banyak sebenarnya kita turut andil dalam menghilangkan nyawa-nyawa manusia. Jangan pura-pura lepas tangan.
Mari akhiri industri kebencian.
“…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil...” Q.S Al-Ma'idah Ayat 8
Comments
Post a Comment