Setiap tanggal 5 Juni, dunia memperingati hari lingkungan hidup. Bagi industri pertambangan, peringatan hari lingkungan hidup terasa begitu spesial karena sering dianggap sebagai biang kerok kerusakan lingkungan yang begitu masif.
Namun, di sisi lain menambang harus tetap dilakukan. Kebutuhan akan energi dan terutama mineral terus meningkat, dan menambang adalah satu-satunya cara yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut secara luas dan realistis. Setidaknya, belum ada teknologi daur ulang yang mampu menghasilkan besi, tembaga, emas dan nikel hingga hari ini, sebanyak jika kita menambangnya. Pada sektor energi, data International Energy Agency menujukkan sumber-sumber fosil masih mendominasi suplai bahkan untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang di angka lebih dari 50% setidaknya hingga tahun 2016. Indonesia sendiri hingga saat ini masih mengandalkan fosil sebagai sumber energi hingga 95% dari kebutuhan nasional. Energi fosil juga hanya bisa disediakan melalui proses penambangan.
Saat ini, isu perlindungan lingkungan di sektor pertambangan mulai menjadi perhatian. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang untuk melakukan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang dituangkan dalam berbagai regulasi. Namun, kurangnya kompetensi, lemahnya kelembagaan dan perilaku rent-seeking dari para pemangku kepentingan telah membuat aspek perlindungan lingkungan sering dikorbankan.
Kondisi lebih buruk bahkan terjadi hingga dekade yang lalu ketika instrumen kebijakan perlindungan lingkungan belum diadopsi dalam peraturan perundang-undangan di sektor pertambangan. Ketika itu, perusahaan-perusahaan tambang dunia menyasar pengembangan bisnis di negara-negara berkembang, yang dianggap memiliki instrumen hukum lingkungan yang lemah (Marker, et al., 2005), termasuk Indonesia, yang dampaknya masih terasa hingga hari ini.
Inisiatif terbaru dilakukan oleh KPK pada kasus suap mantan gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Lembaga anti rasuah ini memasukkan perhitungan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan Izin Usaha Pertambangan yang diberikan terdakwa kepada PT Anugerah Harisma Barakah sebesar Rp 2,7 triliun kedalam tuntutannya. Namun ini juga bukan tanpa masalah. Saksi ahli yang membantu perhitungan tersebut, Basuki Wasis dari IPB saat ini digugat ke Pengadilan Negeri Cibinong karena kesaksiannya yang dinilai menyebabkan kerugian terhadap Nur Alam.
Terlepas dari semua dialektika yang ada, perlindungan dan keberlanjutan lingkungan pada kegiatan pertambangan harus dilihat dalam konteks yang lebih mendalam dan filosifis. Setidaknya ada 3 point yang membuat hal tersebut harus lebih serius diperhatikan terutama oleh para pemangku kepentingan di industri ini.
Pertama terkait etika dan moralitas. Manusia sejatinya menjadi pemimpin (khalifah) di dunia ini, namun kelebihan akal yang diberikan dan gelar-gelar akademik yang disandang justru sering dipakai sebagai mesin penghacur habitat mahluk yang lain. Tidak bisa dipungkiri, kegiatan pertambangan, terutama yang dilakukan dengan sistem terbuka, begitu masif menggali tanah dan batuan yang menjadi rumah dan tempat tumbuh bagi jutaan mahluk hidup, memindahkan atau mengambilnya dengan tanpa mungkin dikembalikan lagi. Kegiatan pertambangan tanpa aspek perlindungan lingkungan yang baik merupakan cara yang paling cepat dalam merenggut nyawa mahluk hidup yang lain.
Kedua masalah sosial-ekonomi. Bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja akan membuat lahan kehilangan daya dukung terhadap kehidupan di atasnya. Dengan demikian sebuah wilayah akan kehilangan salah satu faktor produksi yang paling penting, lahan. Hilangnya faktor produksi ini membuat daya saing ekonomi menjadi menurun drastis dan tidak kompetitif. Akibatnya, orang harus beralih ke tempat lain jika ingin bertahan hidup. Mengingat bahwa lokasi pertambangan umumnya berada di desa (rural area), maka hilangnya daya dukung lingkungan membuat masyarakat setempat kehilangan kesempatan berusaha di daerah tersebut, dan pada akhirnya harus migrasi ke tempat lain atau ke kota, yang dapat menimbulkan permasalahan sosial-ekonomi baru.
Ketiga, masalah warisan antar generasi. Bagaimanapun, setiap orang akan merasa beruntung jika dilahirkan di daerah dengan lingkungan hidup yang baik, dan sebaliknya dapat merasa terkutuk jika harus lahir dan tumbuh di lahan-lahan yang rusak akibat kegiatan manusia generasi sebelumnya. Tanpa perlindungan dan keberlanjutan lingkungan hidup yang baik, kegiatan pertambangan hanyalah merupakan bentuk lain dari sebuah upaya sistematis dalam merampas hak generasi berikutnya untuk ikut menikmati dunia yang layak untuk ditinggali.
Dengan adanya momentum hari lingkungan hidup sedunia ini, semoga kita dan para pemangku kepentingan dapat melihat kembali peran dan posisi masing-masing dalam perlindungan lingkungan hidup dalam industri pertambangan. Lebih jauh lagi, semoga kita dapat berkontemplasi secara kelembagaan untuk berkontribusi secara kolektif demi keberlanjutan lingkungan hidup yang lebih baik.
Comments
Post a Comment