Skip to main content

Refleksi 100 Tahun Kebangkitan Nasional dan Kondisi Industri Indonesia Kontemporer


Penggalan Kata
Pentingnya, hidup matinya negara pada dunia kapitalisme dan imperialisme ini, bergantung pada bermacam-macam hal, persenjataan, perindustrian, terutama senjata, letak negara, persatuan serta banyak penduduknya, semangat rakyat, kecerdasan dsb.
Kalau semua hal yang lain bersamaan (letak negara, kecerdasan dan banyak penduduk dsb), maka dalam satu perjuangan keadaan perindustrianlah yang akan memberi putusan. Yang kuat perindustriannya, itulah pihak yang mesti menang. Perusahaan sekarang berdasar atas Ilmu-bukti (science) dan teknik, pesawat. Pesawat itu bendanya ialah besi baja dan kodrat atau rohaninya terutama minyak tanah. Kalau tak ada baja dan minyak, kapal terbang tak bisa naik, tank dan auto tak bisa lari dan kapal-selam tak bisa maju. Kalau besi dan baja itu tidak terdapat dalam negara, melainkan pada negara lain, maka buat menyampaikan maksud imperialismenya negara itu, dia mesti menguasai semua benda yang penting itu kalau satu negara penuh dengan benda tadi, tetapi lemah semangat rakyatnya, lemah intelek, tiada bersatu dan tiada pula merdeka, maka negara itulah yang akan menjadi umpan atau makanan negara yang gagah perkasa.
Di dunia ini tak ada letaknya negara yang lebih berbahagia dari letaknya Indonesia. Buat siasat perang tak ada tempat yang lebih teguh. Barang siapa yang mendudukinya, walaupun hal lain bersamaan, dia mesti menang perang. Siapa yang tiada mendapat kedudukan itu lambat laun akan kalah. Lihatlah saja peta bumi. Dulupun hal ini sudah saya majukan. Besi yang paling banyak dan paling baik sifatnya menurut laporan dalam Bataviasche Nieuwsblad tahun 1935 (?) – kalau saya tak lupa - ialah di Indonesia Utara, Filipina. Tambang besi di Malaka dan Filipina memang sudah berjalan. Sulawesi dan Kalimantan banyak sekali tanah mengandung besi.
Minyak di Sumatra, Kalimantan, Irian sudah begitu kesohor di seluruh dunia, tak perlu dibicarakan lebih panjang lagi. Bauksite dan aluminium keduanya buat melebur baja yang kuat keras sudah dikerjakan di Riau dan akan dikerjakan di Asahan. Benda perang yang lain-lain, seperti: timah, getah dan kopra (buat bom TNT yang maha dahsyat itu minyak kelapalah yang dipakai) didapati di Indonesia lebih dari di seluruh bagian dunia lain digabung jadi satu.
Sudah pernah seorang pengarang buku di Amerika meramalkan, bahwa kalau satu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan. Si Amerika tadi tiada meramalkan mungkin kelak rakyat Indonesia sendiri menguasai negaranya sendiri, tak mau menjadi umpan atau makanan negara lain, seperti lebih dari 300 tahun belakangan ini.
Saya sudah kenal sama tambang besi di Malaka dan Indonesia utara, Filipina. Baru ini saja saya kagumi tambang minyak yang besar di Pangkalan bradan, Pelaju dan sungai Gerang. Saya tahu adanya tambang minyak di Tarakan dan Balikpapan, batu arang di Malaka, Sawah Lunto, Bukit Assam dsb, tambang timah di Bangka dan Belitung. Saya tahu ratusan ribu pekerja yang terikat oleh kereta api, tram, mobil, kapal laut dan udara, pos, telepon, telegram dan radio. Ratusan ribu pekerja pada bengkel, pabrik besi, kimia, gula, teh, kain, sabun, dan lain-lain. Pada masa saya berangkat ketika lebih dari 20 tahun dahulu jumlah kaum pekerja itu sudah 2 atau 3 juta orang. Sekarang sudah tentu lebih dari itu. Banyaknya dan sifatnya perusahaan dalam 20 tahun belakangan ini memang sudah bertambah. Begitu juga banyaknya serta sifatnya prajurit pekerja.
Pekerja di dalam tambang minyak, besi, timah, bengkel dan pabrik dan pada pengangkutan inilah tulang belakangnya ekonomi Indonesia. Inilah kaum yang bisa dikerahkan buat menyokong berdirinya dan majunya Indonesia Merdeka yang sejati dan terus-menerus mempertahankan kemerdekaan itu. Dekatilah golongan pekerja ini! Masuklah klasnya! Dengan klas ini bersama dengan golongan lain, maka klas pekerja seolah-olah akan menjadi klas, sebagai "teras’’ yang dikelilingi kayu dan kulit, kalau ia terus maju ke muka buat mencapai kemerdekaan sejati dan mendirikan negara yang cocok dengan kemakmuran sama-rata dan persaudaraan. (Tan Malaka, Madilog, ditulis dalam pelarian, 1943)

Mental Inlander, Sebuah Refleksi
Soekarno memang benar: “Perjuanganku lebih mudah daripada perjuanganmu. Perjuanganku hanyalah melawan penjajahan asing, sedangkan perjuanganmu adalah melawan penjajahan dari bangsamu sendiri.”
Perjalanan 100 tahun kebangkitan nasional memberikan gambaran segelumit permasalahan pertambangan yang ada di negeri ini. 100 tahun kebangkitan nasional bukanlah ajang untuk terus menyalahkan masa lalu atau justru memimpikan masa lalu kembali terjadi. Akan tetapi 100 tahun kebangkitan nasional hendaklah memberi pelajaran apa dan bagaimana seharusnya bangsa ini berbuat dan membangun sendi-sendi kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan usaha pertambangan. Masa lalu telah memberikan contoh bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam ini dikelola, dan menjadi hak pribadi masing-masing untuk menanggapi dan memberi penilaian terhadap apa yang dihasilkan oleh sistem pengelolaan masa lalu sampai sekarang, apakah sistem tersebut merupakan cara yang paling baik untuk memanfaatkan sumberdaya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat atau ternyata thesis Tan Malaka di awal tulisan ini telah terbukti adanya. Setiap dari manusia adalah anak zamannya masing-masing, namun satu hal yang pasti adalah setiap dari manusia juga mengemban tugas yang tidak mudah dalam membangun negara. Kesiapan mental yang menjadi kuncinya. Namun sayang sekali jika kita melihat persoalan kunci tersebut dalam kehidupan pertambangan kita saat ini. Ketika kita berbicara mengenai investor, maka yang ada dalam bayangan kita adalah orang yang kulitnya putih dan rambutnya pirang. Ketika kita berbicara mengenai teknologi maka yang menjadi patokan kita adalah apa yang dipraktekkan oleh mahluk dari benua lain. Ketika kita berbicara mengenai baik dan buruk, maka yang menjadi bayangan kita adalah apa yang dapat membuat mereka smile dan mengatakan good atau great karena hanya dengan cara itulah kita bisa mendapatkan uang. Dan ketika kita berbicara mengenai kemiskinan dan keterbelakangan, maka yang menjadi kesepakatan kita bersama adalah bangsa kita sendiri. Inilah mental inlander yang telah merasuk kedalam pola pikir dan tindakan manusia Indonesia sehari-hari. Alih-alih menjalankan amanah membangun negara yang dititipkan dipundaknya, putra-putri terbaik bangsa memilih untuk jadi penjajah atas bangsanya sendiri, merusak tatanan yang sudah dibangun oleh pada pendiri negara hanya untuk kepentingan pribadi dan sesaat.
Deskripsi historis yang telah dikemukakan sesungguhnya hanya sebagai refleksi atas perjalanan pertambangan Indonesia dari masa ke masa sebagai landasan bagi kita untuk bertindak dan menentukan arah pembangunan pertambangan negara ini kedepan. Bukan dengan menyerahkan semuanya kepada orang lain dengan alasan produktifitas, efisiensi, dan kemajuan teknologi lalu kita menjadi ekor yang baik atau bahkan terompet yang nyaring, akan tetapi bagaimana kita mulai berbuat membangun masyarakat kita, atau mungkin hanya sekedar belajar untuk meniup terompet kita sendiri. Ingat JAS MERAH (jangan sekali-sekali melupakan sejarah) karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya (Soekarno).

Comments

  1. Anonymous9:25 AM

    "Ingat JAS MERAH???", hal inilah yang mungkin harus lebih diperjelas maknanya.Mana yang harus dikenakan oleh manusia di negara ini JAS MERAH yang berdebu, kusam,dan kotor karena jejak kaki kaum imperialisme tetapi masih tampak bagus untuk dikenakan atau JAS MERAH yang berdebu,kusam, dan kotor oleh darah karena perjuangan tetapi sudah banyak bagian yang robek oleh ketajaman peluru kaum imperialisme......
    Dan perlu kita mengingat bahwa
    Marx pernah berkata : “Proletariat tak akan kehilangan sesuatu miliknya, kecuali belenggu budaknya”,

    #coment ini terlintas saat bermain gaplek bersama 3 orang manusia merdeka yang tertekan oleh seseorang berketurunan india yang Mengenakan JAS MERAH bekas kaki kaum imperialisme....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SEMBAHAN

Kembali perjalananku pagi ini harus terusik terusik oleh kehadiran bunga tidur namun kali ini tampak aneh seolah ia tidak mau pergi Bunga tidur telah memberi harap jiwaku jiwa yang haus akan cinta dan kasih sebuah sosok tulus murni hadir di hadapanku semalam yang singkat namun penuh makna penuh arti dan penuh misteri yang tak terungkap setampak raga polos, putih murni memberi senyum manis kepadaku sosok terbungkus sutera putih telah menghampiriku tampak jelas olehku lumuran cinta pada tubuh indahnya balutan kasih sayang yang sangat erat pada jiwa sucinya akan disembahkan perjalananku pagi ini menjadi doa kepada-Nya kehausan jiwa sahaya lara kepada cinta pewangi bumi yang akan menggugah dunia dengan kelembutan kasihnya dalam diam, aku mencinta eki

Proudly promoting environmentally friendly and sustainable mining

Proudly promoting environmentally friendly and sustainable mining. The three months progress on land reclamation of ex-bauxite mines without topsoil

Di Tepi Pantai Kolaka

Di tepi pantai Kolaka, aku duduk dan termenung. Pandangan aku arahkan jauh ke depan, melampaui birunya laut, menanti matahari terbenam. Tatapanku tersapu ombak, tertiup angin, merengsek ke dermaga lalu hilang bersama kapal-kapal yang berlayar. Aku berharap pandangan ini meleburkan semua masalah dan mengokohkan niatku dalam hidup. Sudah cukup lama aku berada di sini, kota kecil yang selalu menyimpan kerinduan. Sebulan lebih aku habiskan, sejak kedatanganku yang kesekian kalinya. Ini kali terlama sejak aku meninggalkannya sebelas tahun yang lalu. Tak pernah aku banyangkan akan selama ini sebelumnya. Tuhan memang terkadang aneh, dia punya rencana-rencana yang tidak mampu dijangkau akal manusia. Dia bekerja saja, tetapi tidak pernah aku mendengar Dia berkata apa-apa. Dia melaksanakan semuannya dalam diam. diam... Di tepi pantai Kolaka aku duduk dan termenung... Dari kejauhan tampak tiga buah kapal ferry berlabuh menanti giliran pemberangkatan. Dua puluh lima meter di depanku ada tiga buah...