Skip to main content

Setinggi Paha Orang Dewasa

“Pemirsa, kendaraan yang melintas di jalan-jalan banyak yang terjebak baniir dan mogok sehingga menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena banjir yang menggenangi sebagian besar wilayah DKI Jakarta masih setinggi paha orang dewasa.”
Inilah kurang lebihnya penggalan kalimat yang sedang ramai dilaporkan oleh para reporter di televisi. Sekilas kita langsung dapat membayangkan apa yang sedang terjadi di ibu kota Negara kita ini, banjir yang melanda, kemacetan yang menggila, dan pada tingkatan yang lebih tinggi fenomena perputaran ekonomi yang terhambat mengakibatkan kerugian berganda yang tidak sedikit. Namun, pada tulisan ini saya tidak mengajak anda untuk membayangkan apa yang sedang terjadi itu, atau mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan yang tampak sebagai kutukan ini. Tapi saya mengajak untuk melihat sisi lain dari laporan tersebut, tentang penggunaan kalimat “setinggi paha orang dewasa”. Saking seringnya kalimat tersebut diucapkan, sampai-sampai saya melihat bahwa laporan berita banjir di televisi akan kurang lengkap atau tidak layak dijadikan berita kalau tidak menyebutkan salah satu anggota tubuh manusia, baik itu lutut, paha, ataupun dada.
Setinggi paha orang dewasa. Ada beberapa hal yang perlu kita cermati dalam kalimat ini. Pertama, yang dimaksud orang dewasa itu siapa, apakah orang dengan golongan usia tertentu (fisik) atau orang dengan kebiasaan dan pola pikir tertentu (psikologi). Banyak yang bilang, orang tua belum tentu dewasa. Atau kalau meminjam bahasa iklan salah satu produk rokok, ada yang mengatakan bahwa tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Ini artinya perdebatan mengenai hal ini juga belum usai. Akan tetapi, melihat konteks pembahasan mengenai setinggi paha orang dewasa yang berada pada konteks fisik, maka hampir dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dewasa dalam hal ini adalah orang dengan golongan usia tertentu yang merupakan parameter fisik.
Kedua, sekiranya kita sepakat bahwa yang dimaksud dengan orang dewasa itu adalah orang dengan golongan usia tertentu, maka ada beberapa permasalahan lain yang mengikutinya. Secara fisik, orang dewasa dapat dibedakan dalam orang dewasa normal atau tidak normal (cacat) maupun berdasarkan jenis kelaminnya yaitu orang dewasa laki-laki atau perempuan. Orang dewasa dalam keadaan normal tentunya mempunyai ukuran fisik yang jauh berbeda dengan orang dewasa yang tidak normal. Dengan demikian, tinggi paha diantara keduanya juga akan sangat berbeda. Jika mendasarkan orang dewasa dengan perbedaan jenis kelaminnya, maka ukuran tinggi paha diantara orang dewasa laki-laki juga mayoritas berbeda dengan perempuan. Secara fisik, orang dewasa laki-laki dominan memiliki tubuh yang lebih tinggi dibanding perempuan. Dengan demikian peluang perbedaan tinggi paha diantara keduanya juga sangat dimungkinkan.
Ketiga, untuk mengerucutkan permasalahan dan peluang penafsiran yang berbeda terhadap kalimat setingi paha orang dewasa tersebut, maka para pendengat perlu membangun asumsi-asumsi terhadap persepsi yang mungkin terjadi, mengikuti asumsi pertama bahwa yang dimaksud orang dewasa tersebut adalah orang dengan golongan usia tertentu. Asumsi berikut yang dapat dibangun adalah yang dimaksud terhadap kata orang dewasa adalah orang dewasa normal, artinya sampai pada level ini, yang dimaksud dengan orang dewasa adalah orang dengan golongan usia tertentu dan dalam keadaan normal (tidak cacat). Asumsi berikutnya yang harus dibangun adalah apakah orang dewasa yang dimaksud itu laki-laki atau perempuan. Hal ini lebih sulit dibanding asusmsi sebelumnya yang dibangun, karena menyangkut permasalahan gender, sehingga harus lebih berhati-hati. Untuk menghindari permasalan itu, maka saya mencoba untuk menarik persamaan diantara keduanya. Entah itu orang dewasa laki-laki maupun perempuan, sesamanya hampir dapat dipastikan memiliki ukuran fisik yang berbeda diantara masing-masing individu, walaupun mungkin dapat diambil ukuran rata-rata fisik orang Indonesia.
Ini artinya bahwa untuk menghindari adanya ambiguitas terhadap persepsi kalimat setinggi paha orang dewasa memang sangat sulit untuk dilakukan, karena memerlukan banyak asusmsi yang belum tentu semua pendengarnya setuju dengan asumsi tersebut. Kalaupun harus dipaksakan penggunaan asumsi-asumsi tersebut, maka yang terjadi adalah kekerasan intelektual dan penindasan pemikiran.
Apabila ambiguitas dianggap sebagai sebuah permasalahan, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya ambiguitas tersebut. Misalnya dengan menyebutkan tinggi dengan satuan yang lebih jelas seperti setinggi 100 cm atau 1,5 m dimana satuan-satuan tersebut (cm dan m) merupakan satuan standar yang lebih mudah dimengerti dan pastinya dapat menghindari ambiguitas yang mungkin terjadi karena dimana-mana yang namanya 100 cm itu sama saja, 100 cm di Jakarta pasti sama dengan 100 cm di Jogja. Kalau perlu juga disebutkan 100 cm itu diukur dari mana, misalnya dikatakan 100 cm dari permukaan tanah.
Akan tetapi sekiranya para reporter tidak bersedia, atau kesulitan, atau bahkan malas untuk mengubah kebiasaan menyebutkan anggota tubuh sebagai parameter tinggi banjir, maka untuk lebih memudahkan pendengar memahami kalimatnya dalam persepsi yang sama, hendaknya penyebutannya dilakukan secara lebih lengkap misalnya “Pemirsa, kendaraan yang melintas di jalan-jalan banyak yang terjebak baniir dan mogok sehingga menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena banjir yang menggenangi sebagian besar wilayah DKI Jakarta masih setinggi paha orang laki-laki dewasa (golongan usia tertentu) normal rata-rata.”

Comments

Popular posts from this blog

Di Tepi Pantai Kolaka

Di tepi pantai Kolaka, aku duduk dan termenung. Pandangan aku arahkan jauh ke depan, melampaui birunya laut, menanti matahari terbenam. Tatapanku tersapu ombak, tertiup angin, merengsek ke dermaga lalu hilang bersama kapal-kapal yang berlayar. Aku berharap pandangan ini meleburkan semua masalah dan mengokohkan niatku dalam hidup. Sudah cukup lama aku berada di sini, kota kecil yang selalu menyimpan kerinduan. Sebulan lebih aku habiskan, sejak kedatanganku yang kesekian kalinya. Ini kali terlama sejak aku meninggalkannya sebelas tahun yang lalu. Tak pernah aku banyangkan akan selama ini sebelumnya. Tuhan memang terkadang aneh, dia punya rencana-rencana yang tidak mampu dijangkau akal manusia. Dia bekerja saja, tetapi tidak pernah aku mendengar Dia berkata apa-apa. Dia melaksanakan semuannya dalam diam. diam... Di tepi pantai Kolaka aku duduk dan termenung... Dari kejauhan tampak tiga buah kapal ferry berlabuh menanti giliran pemberangkatan. Dua puluh lima meter di depanku ada tiga buah

SEMBAHAN

Kembali perjalananku pagi ini harus terusik terusik oleh kehadiran bunga tidur namun kali ini tampak aneh seolah ia tidak mau pergi Bunga tidur telah memberi harap jiwaku jiwa yang haus akan cinta dan kasih sebuah sosok tulus murni hadir di hadapanku semalam yang singkat namun penuh makna penuh arti dan penuh misteri yang tak terungkap setampak raga polos, putih murni memberi senyum manis kepadaku sosok terbungkus sutera putih telah menghampiriku tampak jelas olehku lumuran cinta pada tubuh indahnya balutan kasih sayang yang sangat erat pada jiwa sucinya akan disembahkan perjalananku pagi ini menjadi doa kepada-Nya kehausan jiwa sahaya lara kepada cinta pewangi bumi yang akan menggugah dunia dengan kelembutan kasihnya dalam diam, aku mencinta eki

Elang

engkau terbang tinggi di awan melaju kencang tanpa batas menukik dan memutar, melenggang dengan leluasa menyisir hutan, gunung, dan lautan mengikuti apa kata hatimu yang hanya engkau yang tahu, Elang engkau mahluk yang gagah mahluk yang kuat nan perkasa nyaris tanpa tanding paling tidak itulah mereka engkau teman yang bijak bagi para sahabatmu karena engkau selalu ada disaat mereka membutuhkanmu memberi semangat bagi mereka yang jatuh memberi arti bagi mereka yang tidak berarti dan menjadi tempat untuk berbagi engkau lawan yang menakutkan bagi musuhmu karena engkau bisa menerkam siapa saja dari ketinggian mencengram dan melumat habis mereka tanpa sisa demi kehormatan yang engkau emban demi cinta yang engkau miliki Elang, banyak yang menginginkan menjadi seperti dirimu melenggang bebas dikewanginan jagad raya tapi mereka tidak berani, bukan tidak mampu mereka memilih untuk tinggal di sarang, di tenda, atau di rumah dan di saat yang sama mereka iri padamu me